Siapa sangka? Awalnya aku sama sekali tidak terpikir untuk menjelajahi Buton, apalagi Wakatobi. Semua ini bermula dari undangan pernikahan sahabat SMA-ku, Ifat, yang akan menikah di Buton pada tanggal 11 Maret 2022. Sebuah undangan yang tanpa disangka-sangka membuka pintu menuju petualangan luar biasa selama delapan hari ke depan.
Tanpa banyak pikir panjang, aku dan sahabat petualangku, Mira, langsung memesan tiket dari Jakarta ke Buton dengan transit di Makassar. Yang paling random? Temanku, Haflah, tiba-tiba menghubungi dan mengajakku jalan-jalan juga. Aku bahkan sempat lupa, waktu itu dia menyebut antara Banda Neira atau Bali. Tapi ujung-ujungnya, aku justru mengajaknya ikut ke Sulawesi bersama kami—impulsif? Sudah pasti.
Dan dari situlah kisah ini dimulai.
![]() |
Menunggu Keberangkatan Kapal |
✈️ Dari Jakarta ke Bau-Bau: Perjalanan Dimulai
Tanpa pikir panjang, aku dan sahabat petualangku, Mira, langsung memesan tiket—Jakarta ke Buton, transit di Makassar. Lalu datang kejutan lain: Haflah, temanku yang mendadak ingin ikut traveling. Awalnya dia sebut mau ke Banda Neira atau Bali, tapi berakhir ikut kami ke Sulawesi. Impulsif? Iya. Seru? Banget.
Subuh itu kami sudah di bandara, semangat 100%. Transit di Makassar jadi mini-petualangan tersendiri: kami makan sop saudara Irian, mampir ke Fort Rotterdam, dan mencicipi mie titi di Jalan Panakkukang. Karena waktu masih panjang, kami sempat ngopi santai sambil Mira menyelesaikan beberapa pekerjaan.
Transportasi menuju bandara? Gratis, naik bus bandara. Di terminal, kami ketemu Rani dan Sarah yang ternyata naik pesawat yang sama ke Bau-Bau. Reuni tak terduga!
💍 Hari Bahagia di Nirwana Buton
Setibanya di Bau-Bau, kami disambut oleh Obi. Suasana langsung terasa seperti masa-masa SMA di asrama—penuh canda dan tawa. Malamnya, kami bersolek dan bergegas menuju pernikahan Ifat di Nirwana Buton Villa.
Malam itu kami hadir di pernikahan Ifat di Nirwana Buton Villa. Ifat tampil anggun dengan gaun putih, berdampingan dengan Natas yang sumringah. Malamnya diwarnai musik dan tawa yang hangat. Buton langsung meninggalkan kesan manis.
![]() |
Ifat dan Natas |
🌊 Pagi Tenang, Laut Sebening Kaca
Keesokan paginya, kami menikmati pagi yang syahdu di villa. Angin laut sepoi-sepoi, langit cerah, dan air laut sebening kaca yang memperlihatkan ikan-ikan kecil berenang bebas. Di atas dermaga biru yang senada dengan warna laut, kami—aku, Mira, Sarah, Rani, Sekar, dan Obi—sibuk berfoto-foto sambil menunggu kapal menuju pulau berikutnya.
Hari-hari itu dipenuhi petualangan: Sarah dengan topi "ahjumma"-nya, Sekar yang datang dari Masohi, dan tentu saja teman-teman kuliah Ifat yang turut meramaikan perjalanan. Aku sudah standby dengan perlengkapan freedive, siap menyelam kapan saja.
Kami makan ikan segar, mencoba bulu babi, bahkan sempat bercanda soal Sarah yang ingin jualan ikan seperti penduduk lokal.
![]() |
Dermaga Biru yang Cantik |
![]() |
Foto Foto di Dermaga |
![]() |
Makan Ikan Bakar |
![]() |
Sarah Ahjumma |
![]() |
Foto-Foto di pinggir pantai yang cantik |
🚤 Menyusuri Bau-Bau dan Menyambut Wakatobi
Satu hari penuh kami habiskan berkeliling Bau-Bau—naik mobil, tersesat, tertawa, hingga akhirnya Haflah menyusulku di Bau-Bau dan ikut melanjutkan perjalanan kami ke Wakatobi.
Salah satu momen berkesan adalah kunjungan ke situs bersejarah, tempat kami menyaksikan peninggalan budaya dan menyerap atmosfer kota tua yang kaya akan cerita.
![]() |
Obi sedang melobi untuk membelikan tiket ke Wangi Wangi |
![]() |
Jalan-jalan ke bangunan sejarah |
![]() |
Foto bersama dulu... |
![]() |
Mengantar Sarah dan Rani sebelum bernagkat ke Wangi Wangi |
🏝️ Wakatobi: Empat Pulau, Satu Cinta
Tibalah waktunya menuju Wakatobi. Baru saat itu aku tahu, ternyata "Wakatobi" adalah akronim dari nama-nama pulaunya: Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Perjalanan kami berlanjut ke Wangi-Wangi lalu menyeberang ke Tomia. Kami mengunjungi Gua Kontamale—gua berair jernih yang digunakan warga lokal untuk mencuci baju. Awalnya kami kira hanya tempat wisata biasa, ternyata ini bagian dari aktivitas harian warga.
Kami makan di restoran atas karang yang cantik banget—sambil menunggu sunset di Wasabi Nua yang memukau. Hari berikutnya, kami tiba di Tomia yang panas luar biasa. Tapi tetap semangat makan bakso dan es teh, dong!
![]() |
Pemandangan Kapal di Pelabuhan |
![]() |
Menuggu kapal keberangkatan |
![]() |
Sampai di Wangi-wangi |
![]() |
Suasana Pelabuhan |
![]() |
Foto di Goa Kontamale |
![]() |
Pemandangan dari Restoran Wasabi Nua |
![]() |
Dokumentasi Bertiga di Wasabi Nua |
![]() |
Pelabuhan Panggulubelo malam hari |
🤿 Diving, Anak Kecil, dan Pemandangan Bawah Laut
Hari berikutnya, kami tiba di Tomia yang panasnya luar biasa—tapi tetap menyempatkan diri makan bakso dan es teh! Sorenya, kami diving di salah satu spot bernama Roma (kami sempat menyebutnya "Irama" karena lucu ehe). Airnya sangat jernih, bahkan penyu yang sedang makan pun terlihat jelas.
Setelah diving, kami menikmati sunset dramatis, diiringi anak-anak lokal yang mengikuti kami seperti arakan pengantin. Malam harinya di penginapan, kami berburu kain tenun khas Wakatobi—warisan budaya yang memesona dan penuh makna.
![]() |
Sampai di Pelabuhan |
![]() |
Suasana Sore Hari yang Syahdu |
![]() |
Powerpuff Girl in Action |
![]() |
Pemandangan Bawah Laut yang Tentunya Berdeda dengan Daratan |
![]() |
Coba Tebak ini Apaaa? |
![]() |
Ada ikan Nemo! |
![]() |
Kima di habitat aslinyaaaa :( |
![]() |
Ikan Singa Laut ga siih? |
![]() |
Foto dulu Sambil Nahan Nafas wk |
![]() |
SERUUUUU |
![]() |
Anemon Laut |
![]() |
Karang Kipas ga siee namanya |
![]() |
Abang Diving kesukaan Mira WKKWKW canda |
🛵 Jelajah Goa dan Cari "Suami"
Keesokan paginya, kami menyusuri jalan-jalan tanpa petunjuk wisata, hanya mengandalkan Google Maps yang kadang hilang sinyalnya. Kami mengunjungi benteng tua, melihat ulat sebesar jari manusia (benar-benar bikin merinding!), lalu naik ke puncak Tomia untuk makan siang sambil menenangkan badan yang mulai lelah. Kulit sudah gosong, badan pegal, tapi semangat tetap membara.
Kami juga mengunjungi Gua Tee Wali—kali ini untungnya ada petunjuk jalan. Hanya kami bertiga dan dua motor sewaan yang menjelajah ke sana. Awalnya kami ragu karena suasana goa cukup gelap dan sunyi, tapi begitu cahaya siang menembus dinding batu, pemandangan di dalamnya luar biasa indah. Kami pun berenang dengan puas.
Dengan penuh percaya diri, kami membawa motor keliling pulau, bahkan malam harinya sempat mencari makanan khas bernama suami. Tenang, bukan cari jodoh ya—“suami” adalah olahan singkong tradisional khas Wakatobi. Enak, lho!
![]() |
Siap menjadi sandaran hati dan hidup #asek |
![]() |
Babang Kapal Kesuakaan Mira |
![]() |
Motor Resing yang Kami Sewa |
![]() |
Tetap dengan es Cekek! |
![]() |
Pemandangan diatas Puncak Tomia |
![]() |
Sore Hari di Tomia |
🛶 Kaledupa & Desa Bajo: Es Cekek dan Laut Tenang
Perjalanan kami lanjut ke Kaledupa. Di pasar lokal, kami melihat suasana yang unik dan ramai. Anak-anak berlarian, ibu-ibu sibuk menjajakan dagangan. Untuk meredakan haus, aku membeli "es cekek"—Nutrisari yang dimasukkan ke plastik lalu diberi air dan es, harganya Rp5.000! Lumayan mahal dibanding di kota, mungkin karena harga Nutrisarinya memang tinggi di sana, pikirku.
Kami menginap di rumah panggung khas setempat, menyantap sop ikan yang lezat, lalu melewati desa Bajo di Sampela dengan kapal kecil. Tak lupa, kami menyeberang ke Pulau Hoga untuk berenang dan snorkeling di sore hari. Pulau ini sepi, airnya jernih, benar-benar surga tersembunyi.
Tips penting buat siapa pun yang mau ke Wakatobi: simpan nomor siapa saja yang kamu temui—pemilik penginapan, tukang ojek, penyewa motor, pemandu kapal, semuanya. Warga di sana sangat ramah dan sangat membantu dalam situasi apa pun.
Kami juga sempat mencoba kerang kima yang, ternyata, termasuk spesies dilindungi (our bad! karena ge ngecek itu kerang apa - jangan dicontoh ya!). Mira sudah belang total karena baju renangnya, tapi semangat tetap tinggi!
![]() |
Suasana Pelabuhan Part 2 |
![]() |
Suasana Pelabuhan part 3 |
![]() |
OTW Kaledupa |
![]() |
OTW Kaledupa |
![]() |
Bu Ibu sedang Jualan |
![]() |
Cuyy bapak nelayan ga tau, si ibu juga cukup sudah sebelum makan cek di google |
![]() |
Es Cekek dan bu Haflah sedang Memotret |
![]() |
Rumah Suku Bajo |
![]() |
Suasana Pasar |
![]() |
Hasil Jepretan Bu Haflah |
![]() |
Mira sudah Kepanasan biasa di Kutub |
![]() |
Suasana Sore Hari |
📚 Pulang dengan Penuh Cerita
Saat membaca buku di atas kapal dalam perjalanan pulang ke Kendari, rasanya tak percaya bahwa semua ini sudah hampir selesai. Di Kendari, kami makan mie titi lagi di RM Hilman Saranani, mencicipi sate kerang, nasi bakar, dan lontong yang luar biasa nikmat. Ka Dani dan Obi bahkan sempat mengajak kami makan siang di RM Kampung Bakau sebelum akhirnya kami kembali ke Jakarta.
![]() |
Mira senang digodain mamang kapal :p |
![]() |
Suasana kapal ke kendari |
![]() |
Suasana RM Kampung Bakau |
![]() |
Ka dani di Kiri Obi di Kanan, Sisanya udah tau siapa lah ya wk |
🧳 8 Hari, Segudang Cerita
Tanggal 19 Maret menandai akhir perjalanan. Tapi kisah ini akan terus hidup dalam ingatan: dari Mira yang sempat ingin pulang di hari ke-6, Haflah yang meeting di atas kapal, sampai kain tenun yang jadi oleh-oleh berharga.
![]() |
Ada momen dimana waktu itu masih apply-apply kerja dan ikutin zoom meeting yang kadang ga ada sinyal jadi percuma wk :( |
Buton dan Wakatobi bukan hanya destinasi—mereka adalah pengalaman, kejutan, dan pengingat bahwa keindahan bisa hadir di tempat yang tidak pernah kita duga.
Sampai jumpa di petualangan berikutnya. 🌊✨
![]() |
Happy Me! |
P.S: Foto- Foto diabadikan oleh temanku Mira dan analognya Haflah hihi