![]() |
Suasana di desa Kabalutan |
Disclaimer : Cerita ini hanya dari satu sudut pandang saja, bila ingin menambahkan bisa mengisi di kolom komentar atau jika terdapat kekeliruan tokoh dan cerita juga dapat menambah di kolom komentar, Foto-foto didapat dari teman-teman yang mengikuti pengmas di desa Kabalutan diantaranya dimas ig : @dimasradixia , fajar ig : @fajarpandu , jovita ig : @jovitachiara , Razi dan mungkin teman-teman yang merasa foto hasilnya di-publish boleh cantumin di kolom komentar ya. Terima kasih dan selamat membaca!
Perjalanan Palu
Rasa ingin
menulis ini datang ketika aku yang sedang membaca buku Soe Hok Gie “catatan
seorang demonstran” diatas pesawat, sambil membayangkan Soe Hok Gie muda yang
memikirkan apa yang dia pikirkan, teori-teori yang sudah dia dapat, ia
cantumkan dalam buku hariannya, tidak melupakan, nilai – nilai moral yang
ada dan sebagai seorang kaum proletar. Maka, karena itulah semenjak hampir tiga bulan yang lalu saat aku memulai perjalanan ke Palu, kini saatnya aku
menceritakan kisah yang ku alami dan pemikiran-pemikiran yang aku hadapi.
Kabalutan :
Pengalaman berharga yang kualami ketika diajak bergabung di kegiatan Temu karya ilmiah ke Palu, Sulawesi Tengah. Kala
itu, Jehaan sebagai ketua dari organisasi yang aku ikuti, Mahasiswa
Arsitektur Indoneesia Badan Pekerja rayon 6 Bali (MAI BPR 6 Bali ), memberiku
arahan untuk mengikuti kegiatan Temu Karya Ilmiah Mahasiswa Arsitektur
Indonesia ke 34 di Palu Sulawesi Tengah.
(TKI MAI 34 Sulteng) . Ada banyak kegiatan yang akan dilaksanakan di TKI
MAI tersebut, salah satunya pengabdian masyarakat. Ya, aku ditunjuk dalam
bidang landscaping dimana salah satu programnya mengikuti olahraga diving dan
konservasi terumbu karang.
Aku yang pada hari keberangkatanku ke Palu bersama Jovita dan Dimas, sebelumnya langsung pulang dari posko KKN
yang berada di Jembrana. Aku pun langsung mengganti baju dan berkemas untuk
langsung dapat ke bandara, diantar ketua KKN ku menuju bandara. Seperti
hari-hari sebelumnya yang langsung saja berkeliling saat aku baru sampai Mentawai dan harus KKN, dan sekarang aku yang selesai KKN harus langsung
berkemas menuju Palu, tdak ada istirahat barang 2-3 hari di kamar.
Setelah sampai di bandara Palu Bandar
Udara Mutiara SIS Al-Jufrie, kami dijemput oleh salah satu perwakilan panitia
yang bernama Made, ku pikir ia sengaja dipilih untuk bertemu dengan saudara
serumpunnya dari Bali, namun sayang, kebetulan yang datang aku, dari Pekanbaru, Jovita yang asli Medan, Dimas asli Padang, Dhea dan pacarnya yang asli Jakarta.
Tidak ada satupun dari kami yang hidup
lahir besar di Bali.
Kami menaiki bus menuju basecamp
acara , yang selanjutnya, aku , Jovita, Dimas dan Sekar naik bus 10 jam menuju Ampana, non stop. Bayangkan betapa remuknya badanku yang dari subuh harus bangun, menyetir motor dari Jembrana, naik ke pesawat, transit berlarian di Makassar dan akhirnya melanjutkan
perjalanan naik bus 10 jam ke Ampana. Tapi itu tidak seberapa dengan
perjalananku ke depan yang lebih menarik dan lama lagi hahaha.
Kami sampai di Ampana sekitar jam
6 Pagi, agak siangan kami menunggu ternyata air surut. Tujuan utama kami
ialah Kampung Kabalutan, dimana suku Bajo tinggal dan hidup , disana pulalah
aku dan teman-teman seperjuangan akan hidup selama kurang lebih 4 hari. Kami
menaiki kapal kayu yang diisi lebih banyak peserta yang mengikuti kegiatan TKI
MAI ini. Oh ya, sebelumnya kami sempat di sambut di kantor bupati Tojo Una-Una
yang mendukung kegiatan TKI MAI ini. Disanalah aku bertemu dengan anak-anak Manado, Shania, El, juga teman-teman dari Jawa Tengah, Kholil, Bambang dan Cahya, dan mungkin masih banyak lagi yang aku kenal namun pada saat itu yang
ku sadari, sangat sedikit yang ikut program landscaping atau diving ini dan
selama aku berkenalan belum pernah aku bertemu dengan perempuan yang mengikuti
program ini.
Senja mengantarkan kami menuju
kabalutan diringi dengan hujan gerimis yang datang, sekitar jam 8 malam kami
disambut dengan tarian khas Kabalutan, seketika itu pula kapal miring sebelah
karena hampir semua peserta kegiatan penasaran dengan apa yang terjadi di luar. Kami disambut dengan tarian
khas kabalutan dan rebana, Sile' kampoh ( silat kampung ) , juga
orgen tunggal,juga nyanyian mengenai putri bajo.
Setelahnya kami dibagi per rumah, ya , bagian yang paling aku suka dari setiap perjalanan adalah dapat menginap di rumah-rumah masyarakat lokal, berarti, keluarga baru! Aku menunggu namaku di panggil, setelahnya, aku langsung mengambil tas carier ku, loh? kok ga ada? Pikirku, aku langsung bilang ke panitia, usut punya usut, punya ku, Jo , dan Axel tertukar, sembari mencari aku sempat berkenalan dengan panitia landscaping, aku lupa nama abangnya siapa, yang jelas sebenarnya mereka adik-adik kelasku, angkatan 16 hehehe, tapi aku manggilnya abang gatau kenapa. Malam itu juga aku berkenalan sama orang rumah, ada Zaki dari Jakarta, Egi dari Jawa barat, Fajar dari Surabaya, Razi dari Aceh dan Hemdar yang suka nemplok di rumah kami dari Makasar. Per rumah berisi 5 orang dengan aku wanita satu-satunya heheheh, karna aku yang ikut landscaping. Tapi tenang, ada Nadya juga dari Ternate yang menemaniku. Ada cerita lucu dan miris, aku yang hendak membuang sampah, bingung hendak membuang sampah dimana. Kutanyakan ke ibu
"Bu buang sampah dimana ya?" sambil menunjukan sampah yang ingin di buang.
"Buang aja ke bawah" kata ibu sambil menunjuk sela-sela papan rumah.
Aku yang tak biasa membuang sampah di bawah rumah terkedjoet. ternyata usut punya usut warga desa membuang sampah langsung ke laut, tanpa difilter. Alamat selanjutnya ialah menyimpan sampah-sampah yang hendak dibuang ke daam ransel, lalu dibuang di Ampana. Perlu ada tindak lanjut kedepannya untuk dapat meng -upcycle sampah-sampah yang ada di desa ini. kara mulai dari sendal, celana, bungkus mie, bungkus micin, sampe ban gerobak atau sepeda, aku kurang tahu. tapi yang jelas masih banyak barang-barang lainnya berkeliaran di dasar laut dimana warga memancing bahkan menaruh keramba ikan atau lobster yang di dapat di bawah rumah.
![]() |
Permainan jungkat jungkit dari kayu. |
![]() |
Jembatan yang sudah miring menuju sekolah. |
![]() |
Bapak yang sedang membangun rumah. |
![]() |
King sang berarti Ikan Nemo. |
![]() |
Kayu pingsan untuk membuat ruamh di desa Kabalutan. |
![]() |
Pagi hari di Dermaga. |
Keesokan harinya anak-anak
landscaping tidak melakukan kegiatan apa-apa, aku akhirnya bertemu Martha dari Kalimantan dan juga kak Atus. Martha ikut juga dalam program landscaping ini.Hari itu saking gabutnya aku,
kerjaan ku hanya berkeliling desa, melihat anak-anak workshop dan pembangunan
desa atau pengembangan desa, sedang pemetaan desa kabalutan, dan membantu
beberapa dari mereka. Ada yang lucu kala itu, aku dan Martha memutuskan untuk
latihan berenang sebelum nantinya akan terjun dan berenang beneran, yang lucu
ialah jam yang kurang tepat, kulihat anak laki-laki berenang, dan beberapa
diantara mereka terkena bulu babi, bukan 1,2 atau 4 tusukan, kalau tidak salah Hemdar yang memiliki rekor
terbanyak, kalau tidak salah 12 atau 14
tusukan! tak terbayang sakitnya seperti apa itu. Pagi itu pula aku yang gabut
sempat naik ke bukit, istirahat sejenak , setelahnya main ke rumah kakek Santigi, sang kakek pengobat. Ia memberi Hemdar kompresan dari akar santigi
atau akar yang berwarna merah, dan hasil perasannya memang berwarna merah. Aku
sempat di pegang kaki dan tangan, pada bagian yang ia pegang , terasa sakit
sekali, namun ketia ia pegang di sisi lain tangan ku, tidak terasa sakit lagi. Lalu aku bertemu dengan bapak angkatnya Martha dan kak Atus, disana pula aku berkenalan dengan Yusuf dari Gorontalo
yang serumah dengan Martha dan kak Athus. Kami berenang, Martha ga bisa naik kerumah karna tangga yang sudah copot-copot, sampe bapak yang punya
rumah ngebantuin Martha untuk naik hahaha lucu sekali. Bahkan Martha disuruh nunggu sampe jam 5
hingga air pasang kembali, namun dengan bantuanku dan sebatang kayu jam 3 an Martha dapat naik juga dengan bantuan tarikan dari bapak yang punya rumah.
Sesampai nya diatas, kami baru tahu, ternyata masyarakat di Kabalutan punya
keramba sendiri, ada lobster di bawah rumah, hasil tangkapan bapak tersebut. Kami sempat membahas seseorang feodal di pulau Papan yang memiliki resort,
orang Prancis kalau tak salah yang punya. Ia bahkan tidak memperbolehkan masyarakat lokal untuk memancing, bahkan ketika warga meminta air, ia pun tak sudi, warga
akhirnya marah merasa terusir dari tanah sendiri. Akhirnya ia diusir dari pulau
tersebut dan resortnya diambil alih oleh pemeritah. Namanya Mr. Lucas. Lalu
bapak jua memberitahu kami waktu yang baik untuk berenang adalah pagi. Sorenya
setelah aku membilas dan mandi , aku
jalan-jalan sendiri, memang pada saat itu aku ingin jalan sendiri saja,
menikmati suasana kampung Kabalutan. Aku sempat bertemu dengan Sekhar dan Dimas , juga teman-teman lainnya. Saat di tengah jalan aku bertemu dengan
adik-adik SD, kutanya
“ Mau ikut kakak ke kampung 3 ?” mau jalan-jalan aja
kataku.
Maka ajakanku disambut dengan antusias aku dan adek-adek itu berjalan
bergandengan di tengah kampung. Aku pun akhirnya diantarkan bersama adek-adek
itu ke pos menggunakan kapal mereka. Memang hebat suku bajo ini , SD kelas 2
saja sudah bisa mendayung dengan yang satu-satunya orang dewasa di kapal itu,
sungguh lucu, aku tak bisa mendayung sama sekali. Belum sempat kami sampai di
pos, matahari sudah di ujung bumi, menandakan hari sebentar lagi sudah mulai
gelap. Maka senja yang cantik dan pertama di Kabalutan ku, diiringi dengan
nyanyian adik-adik itu.
![]() |
Sore itu di Bukit desa Kabalutan. |
![]() |
Berfoto bersama di siang hari hehe. |
Adik-adik yang senang bernyanyi. |
Malam itu pula kami yang tim landscaping briefing, hanya ada 2 orang yang memiliki lisence selain dive instructor nya, aku dan Akmal dari Makasar. Tau kaya gitu gausah angkat tangan, minder soalnya wwkkwkw. Lalu kami disuruh tidur cepat.
Esoknya mulai ngumpul untuk dive
sekitar jam 8 pagi dan berangkat ke pos jam 10. Disana baran-barang sudah
disiapkan hingga kompresor tabung gas, maklum yang ikut 20 an orang, tabung
hanya ada 5 kalau tak salah. Setelah latihan mask clearing dan foto-foto yang
dimana perorang mendapat 50 bar untuk menyelam, sedikit sekali pikirku. Aku
juga membantu abang dive instructor-nya untuk mengajari teman-teman lainnya.
Tidak apalah pikirku, ngulang ilmu dan hemat waktu. Sorenya aku jalan-jalan ke
bukit, bertemu dengan adek-adek SMA Kabalutan. Aku dan teman-teman sempat menanyakan
mimpi mereka, ada yang ingin menjadi dokter, suster hingga guru, kuharap
mimpi-mimpi mereka dapat tercapai. Ada suatu hal yang terbesit di dalam
pikiranku. Hal dialog seperti inilah yang aku nikmati, meningkatkan semangat
mereka untuk belajar tenatang dunia, ku bilang, dunia tidak hanya sekecil Kabalutan, Sulawesi atau bahkan Indonesia, kusebut negara-negara yang mungkin
mereka tak tahu letaknya dimana, yang jelas, aku ingin membuka wawasan dan
membuat mereka berani bermimpi. Aku berjanji besok sore bertemu degan mereka
lagi disini. Dibukit kabalutan ini.
Malamnya, aku bermain bersama Vincent dari Bandung, Vika dari Solo kalau tidak salah, Vyan dari Jatim dan Andy asli Jakarta kuliah di Aceh, banyak hal yang kami diskusikan setelah makan malam mie dan
nasi itu. Andy sedang menidurkan adik angkatnya yang masih bayi. Setelahnya,
banyak hal yang kami bicarakan, mengenai seorang arsitek bersama Yusing,
Gerakan Aceh Merdeka , dan peraturan juga politik yang berkecamuk di Aceh,
dengan perspektif Andy yang juga ditambah dengan Razi yang ikut bergabung
bersama kami. Setelah kurasa cukup malam , aku pualng ke rumah, ibu marah-marah harusnya aku tidak ikut makan bersama mereka, karna jadinya menyusahkan orang
lain, di rumahku terdapat ikan segar, dan makanan lainnya.
"Loh kok masih utuh
bu?" Tanyaku.
Lalu bu Gamar bilang.
"Iya yang lainnya gatau kemana". Akhirnya aku mencari
temanku yang ber 4 itu ketengah kampung, ya ternyata disana mereka sedang
bermain gitar, memang dasar ya anak laki-laki, namun juga banyak teman-teman
lainnya yang ikut bergabung, awalnya aku mengajak mereka semua pulang eh malah aku ikutan karena lagunya cukup asik
plus Dimas juga ikutan nimbrung, aku sempat liat hasil jepretannya Dimas hari
ini, Egi dan Zaki yang ganti gantian memetik gitar, Fajar yang lupa aku ngapain dan
ngerecokin aku yang lagi diskusi sama Dimas dan Hemdar yang dari tadi bernyanyi. Hari sudah larut malam, akhirnya mereka ber 4 mengikutiku pulang.
Oh iya, sebenarnya
hukum masyarakat Kabalutan sendiri tidak memperbolehkan laki-laki dan perempuan
berjalan-malam-malam berdua di kampung, kalau kethuan bisa di kawinkan, wah
wah aku haru jalan cepat-cepat biar tidak di kawinkan dengan mereka
ber 4. Sampai rumahh aku melapor sama ibuk dan bapak, lalu makan bersama. Baru
kusadari tenyata lauk dan makanan paling enak ada di rumahku, dengan ikan bakar
yang selalu siap sedia, nasi dan sayur buatan bu Gamar heheh. Usut- punya usust kata ibu Gamar ternyata Zaki yang beli ikan sampe 2 kg untuk kami ber 5 selama 4 hari.
![]() |
Isemg-Iseng berhadiah. |
![]() |
Agar-agar yang di jemur di jalanan. |
![]() |
Bermain Sepakbola di lapangan sekolah. |
![]() |
Sederhana yang penting bahagia. |
![]() |
Bermain sepak bola. |
![]() |
Foto Bersama, taulah ya yang paling nyentrik siapa. |
![]() |
Persiapan sebelum mnyelam. |
![]() |
Ready to dive. |
![]() |
Kneelng di dalam air biar ga gerak kemana-mana apalagi kalo udah ada arus. |
![]() |
Terumbu karang yang ingin di tanam. Suatu saat mau iseng-iseng ngecek, udah tumbuh beum ya? apa ke gosrok bagian bawah kapal? wkwkwk. |
Besok adalah hari terakhir
kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan di desa Kabalutan , saatnya
bersiap untuk menyelesaikan apa yang telah kami mulai.
Tanggal 3 september 2018
Pagi itu terasa semu, pagi yang
dimulai dengan secara bergantian antara aku dan 4 temanku untuk bersiap siap
mandi, ku dengar jam 12 siang kapal akan segera meninggalkan kampung ini. Namun
, dari ibu rumah menyarankan kami untuk berangkat melihat keindahan pulau yang
ada dekat dengan pulau Kabalutan.
“Tidak jauh, sekitar 15 menit,
kalian tinggal bayar bensin saja, lalu berangkat menggunakan kapal orang rumah
ini”
Aku pun bersemangat dengan
mengajak Jovita untuk ikut berangkat karena selain dia, hanya beberapa orang
yang ingin berangkat. Aku berjalan menuju dusun 2 yang berada di tengah ,
berjalan menuju rumah Jovita. Kau tahu, aku sangat menunggu momen-momen ini
walaupun ini terjadi hanya di akhir . Maka setelah mengajak Jovita ke rumah,
akupun langsung mengajak Nadia, Hemdar dan Razi untuk berangkat. Sekitar 15
menit perjalanan , akhirnya kami sampai di pulau yang aku lupa namanya, aku
yang senang langsung bermain air, dan tanpa pikir panjang langsung berenang,
Air itu terasa segar , dingin namun pada beberapa bagian terasa hangat, tentunya bukan karena pipis orang seperti di
kolam renang komplek ya, disini tidak ada orang sama sekali. Saat aku membuka
mata, air tak terasa terlalu perih , malah enak sekali untuk berenang dengan
sinar matahari yang menyinari masuk ke dalam bagian dalam air ini. Aku merayu Jovita untuk ikut berenang, dia bilang, dia sudah tidak ada celana lagi, ku rayu ia dengan dapat meminjam celanaku. Maka dia pun langsung setuju dengan apa
yang aku sarankan.
Setelah puas kami kembali ke
rumah, membilas diri, dan langsung berpitan dengan orang rumah. Ibu, terlihat matanya berkaca , berharap aku
dapat kembali melihatnya , ku bilang , insyallah bu , mungkin suatu saat nanti
kalau ada rejeki. Perpisahan, ya perpisahan. Sesuatu yang melankoli dengan
kata-kata yang di ucapkan , tak tahu apakah itu hal yang dapat menjadi nyata. Suatu
hari nanti, ku harap dapat menemuinya di
dusun 1.
Nenek melepas kepergian kami,
kami pun mneyempatkan untuk berfoto bersama, mengabadikan momen itu, entah
kapan lagi kami dapat bertemu. Perjalanan 10 + 3 jam kembali
terulang, namun rasanya tidak terlalu lama seperti perjalan pertama. Memang,
dalam sebuah perjalanan yang kita dambakan , rasanya terlalu panjang perjalanan
itu, namun ketika kita sudah melewati perjalanan – perjlanan yang ada, maka
teringat kembali rute yang di lewati, dan teman baru yang kami bawa ,
berbincang selama perjalanan yang ada.
![]() |
Kapal yang membawa kami pergi dan pulang. |
![]() |
Warga desa yang mengantar kami hingga ke dermaga. |
![]() |
Berharap suatu saagt nanti dapat kembali ke Kabalutan. |
Saat turun dari kapal, aku sempat
berbincang dengan intruktur dive dari univ. Tadulako. Tiba-tiba perwakilan dari
bpr 20 kalimantan memanggilku dan memberi sepucuk surat , kulihat tulisan depan
lipatanya “Surat dari Adik Baipa”
Ya, ini adalah sebuah surat dari
adik – adik yang aku temui kemarin, aku tak ingat lebih terpatnya yag mana ,
tapi inilah sekiranya isi suratnya :
BUAT KAK ALIYA
Kakak Aliya kalo kakak Aliya pulang ingat aku adi Baipa kakak jangan
lupakan aku kalo kakak Alita sucdah pulang sudah pulang sudah tidak mengat kami
lagi.
Kakak datang lagi kesini kampu Kabalutan jaga sudah aku adik Baipa.
Kakak semoga kakak cepat sampe kampunya kakak Aliya.
Nanti aku mintak doa kepada aawala semoga baik di perjalanan
Kakak tapi igat aku dong. Semoga kakak mengat kami lagi.
Halo kakak aliya semoga cepat sampeya kakak jalan lagi kesini yah.
Di bus, baru ku buka, ku baca
isinya dan rasa haru pun menghinggap, ia membuat aku yang sedang di perjalanan
menuju kota Palu menitihkan air mata. Kata-katanya yang begitu polos dan tulus
membuatku sangat sedih meninggalkan mereka, ingin rasanya aku menetap untuk
beberapa saat untuk membagi kan ilmu kepada adik-adik itu. Namun , perjalanan
harus tetap berlanjut.
Tanggal 4 September 2018
Hari ini adalah hari penutupan untuk
kegitan Temu karya ilmiah, aku , sekar, jovita dan dhea memilih untuk
mengahbiskan hari-hari terakhir di Palu ini sambil berjalan-jalan keliling
kota. Dimulai dengan pencarian tempat wisata di kota Palu. Terdapat desa dengan
rumah adat yang unik, namanya kampung Kaili.
Kami menaiki mobil grab menuju bawah
jembatan kuning , setelah sampai di lokasi, sayangnya tidak ada rumah adat yang
kami tuju, alamat kami ngaso di bawah pohon karena tidak tahun mengapa, padahal
sama-sama daerah dipinggir pantai,sepanas-panas nya matahari di Bali , lebih
panas lagi mataharii di Palu, mungkin karena Palu berada hampir di daerah
ekuator. Kami memilih sebuah warung dengan atap nyiur, bau indomie sangat
harum. Tak kusnngka sambal yang ada di warung tersebut sangat enak sekali. Kami
langsung mencari soto yang enak yang berada tak jauh dari mes tempat kami
tinggal, setelah nya kami berjalan ke pinggir pantai dengan berjalan kaki di
pinggiran pantai Palu. Kami memasuki
mall yang ada disana, ada rasa aneh saat kami berjalan dari mall meuju
pinggiran pantai itu, rasa hening, sepi dan aneh , kami berjalan beriringan.
Aku pun bercanda bersama Sekar dan Dhea , berofoto di depan billboad di tengah jalan itu dengan ada
nya muka wakil bupati sulawesi tengah, Pasha Ungu mendukung ada nya TKI MAI 34
di Palu. Kami berjalan menuju depan hotel , kata temanku ada Dange yang enak
disana, dengan pemandangan pantai yang bibir
pantainya cekung ke dalam. Setelah cukup, kami berjalan menuju masjid terapung
yang berdiri megah berdiri di tengah pantai. Baru setelahnya kami tahu bahwa
setelah 3 minggu kegiatan itu, Palu mengalami gempa hebat disertai tsunami.
Duka masih datang silih berganti, saat menulis perihal perjalanan ini. Aku mendengar berita banjir bandang di Sentani, Papua. Mari kita bantu doa dan bagi yang minat menyumbangkan dana, dapat mengklik link ini.
#PedulibanjirSentani
Ingatlah teman-teman, terusah mencari pengalaman. Karena kutahu, itu yang kau inginkan.
Spread the love,
Alya.
![]() |
Befoto di depan mesjid Apung Palu. |
![]() |
Mesjid Apung palu usai gempa dan tsunami |
#PedulibanjirSentani
Ingatlah teman-teman, terusah mencari pengalaman. Karena kutahu, itu yang kau inginkan.
Spread the love,
Alya.