Perjalanan di Manado Hingga Bitung
October 02, 2019Disclaimer : Beberapa cerita yang ada di Perjalanan di Manado saya ambil dari tulisan teman saya, Setyawan Koga, bisa di cek di ignya : @setyawankoga untuk membaca cerita versinya. Selamat Membaca!
Jika ditanya pengalaman apa yang paling berkesan selama perjalanan,
adalah bertemu dengan teman- teman di Manado dan melihat sebuah pulau dengan terumbu karang yang tak jauh dari bibir pantai.
- Alya Lihan
Siapa sangka, dari sebuah perjalanan mendorongmu untuk melanjutkan perjalanan kedepannya dan menambah pengetahuan dan wawasan baru mengenai suatu daerah yang kau datangi.
![]() |
Tasnya Dimas, Noken dari Nomen, Buku Aleph dari Ekel. Topi dari El. |
Rabu, 5 September 2018
Kemarin sore, aku, Jovita , Koga dan Dimas izin kepada grup kami untuk mengikuti bus mahasiswa asal Manado. Sempat kutanya dengan salah satu teman-teman kami berapa lama dari palu menuju Manado ?
Kamis, 6 September 2018.
![]() |
Burung Manguni rasa boneka wkwk. Diem aja di atas kepala ibu yang menawarkan jassa foto bersama burung Manguni. |
![]() |
Membersihkan Kuda di Sungai Kecil. |
![]() |
Ayo tebak kira-kira binatang apakah ini? |
Well, cerita selanjutnya karena saya lupa, sehingga saya perlu menyalin dari cerita versi teman saya, Koga.
WALE
Pagi hari cerah menyambut saya, setelah kemarin lelah berkeliling dan bermain di Tondano & Tomohon , "Wale" (Rumah tradisional Manado) yang berbahan kayu. Sangat nyaman rasanya tinggal di Wale, saya merasakannya sendiri saat tidur dan beristirahat di basecampnya Archilizer (Himpunan Mahasiswa UNIMA Tondano). Seperti banyak rumah tradisional indonesia dengan filosofi kepala, badan, dan kaki. Dimana kepala adalah atap, tempat bersih yang biiasanya tempat menyimpan sesuatu yang berharga. Badan adalah ruangan yang kita tinggali dan kaki adalah ruang yang sedikit negatif. Digunakan untuk kandang hewan peliharaan, selain itu rumah berpanggung seperi ini menghindari kerusakan parah akibat gempa, banjir dan serangan hewan buat ataupun faktor-faktor lainnya.
Sepintas tentang Wale ini, sekarang banyak yang sudah tidak seperti dahulu lagi, bagian rumah yang paling bawah sekarang dibuat tempat tinggal dengan bahan beton, dan mungkin inilah hasil dari akulturasi yang tidak terlalu merusak nilai setempat, saya bersyukur masih bisa melihat dan merasakan rumah tradisional Manado yang notabene dapat dengan mudah kita jumpai di pusat kota, berbeda dengan di Jawa Barat yang jika kamu mau merasakan rumah tradisional setempat, mungkin dan memang sangat susah kita jumpai di pusat kota.
Di sepanjang perjalanan, kami melihat Rumah Wale berbaris seakan berkata "inilah aku", saya dan dua kawan mengagumkan Alya dan Jo (Thanks kogs! haha), beradu pendapat tentang mana yang kami sendiri sukai, dengan argumentassi masing-masingm seperti anak kecil yang berebut gambarr di majalah dan mengakui bahwa itu adalah milihnya, Dimas lebih memilih untuk fokus menyetir mobil yang kami sewa untuk berkeliling.
Wajar kami berdebat, karena kami bertiga menykai arsitek yang menjunjung nilai budaya dan ekologis seperti pak Eko Prawoto, pak Yusing Lim, pak Yori Antar dan lainnya, perjalan kami diantar oleh kawan-kawan dari arsitektur manado, yaitu kawan-kawan Wale ( Forum Mahasiswa Arsitektur sulawesi Utara)
![]() |
Peradaban. |
![]() |
MALAM TERAKHIR DI TONDANO & TOMOHON
Sore hari kami diajak untuk menghabiskan waktu disebuah kebun, sebuah tempat di Tomohon yang tidak kami ketahui itu dimana. Dalam perjalanan kami menemui jalan yang mulai menyempit dan berhenti disebuah kebu, kami berjalan cukup jauh, saya sejenak berpikir "Mungkin, kalau saya ditinggalkan disini etntah karus kemana", suara serangga dan hewan begitu jelas dan keras terdengar.
Kami membawa bekal persediaan nasi dan ikan, namun Daniel tetap mencari ikan di sungai dekat kebun. Ya, ini adalah kebunnya Daniel, sebuah kebun di lereng yang cukup curam dan ada sebuah gubukk tempay kami mengobrol, makan dan membakar ikan. Obrolan bersama candaan menemani kebersamaan kami seraya menunggu ikan matang dalam pembakaran, yang nyatanya tidak matang sempurna, namun itulah yang bermakna, Dimas Bersama Kak Kia/@kia_tumiwa menyalakan api, Daniel Bersama kawan yang lain turun ke bawah mencari Ikan, saya mengobrol sambil mengebaskan-ngebaskan kipas agar bara tetap menyala dalam pembakaran ikan, terdengar obrolan Alya, Jovita, Shania dan Kitin /@christinaloviannabakara (yang nanti menemani perjalan kami di Bitung esok harinya).
Mengobrol tentang filosofi Kopi yang mereka minum dan obrolan Puisi ringan Bersama Kak Roy /@roymaltus.dagasou ,adalah kawan yang saya kenal pas di bus dari Palu menuju Manado, kami mengobrol tentang buku, perjalanan dan hal unik lainya, beliau menyampaikan pada kami “Jadikan Lautan sebagai Kawan”, beliau sangat mengenal lautan saya rasa, beliau berasal dari Maluku, dibalik tampilan yang ekstentrik beliau menyampaikan bentuk kekhawatiran dan motivasi kepada kami berempat (Alya, Jo, Dimas dan Saya) agar tetap saling menjaga dalam perjalanan.
Makanan sudah Siap, seakan Lomba makan pun telah dimulai, setiap orang sudah bersiap dengan ancang-ancangnya ditempat, kami makan dengan sambal yang begitu pedas, ditanah Manado ini semua makan tidak jauh dari rasa pedas, sebuah pepatah selalu muncul dalam menyantap makanan pedas “disini Torang lebih baik harga bensin mahal dari pada harga Rica (cabai) mahal)"
“Pelabuhan terbesar ketiga” yang saya ingat dari perkataan seorang bapak, yang rumahnya kami tinggali saat singgah disana. Suara burung mengantar Jiwa untuk segera memulai hari dan terbangun, mengingatkan bahwa hari ini kami harus berangkat ke Bitung untuk mengcek jadwal keberangkatan
tak ada persiapan lebih bagi Alya, Dimas,Jo, Kitin dan saya, kita hanya membasuh muka, dan siap untuk berangkat, perjalanan yang diawali dengan langkah kaki dan menaiki angkutan Kota, ada yang special disini, tempat duduknya menhadap kedepan seperti saat kita menaiki bis, dan ini yang paling special, suara musiknya keras menggelegar, 3 Angkutan Kota berkumpul dalam satu tempat, sudah seperti konser band indie, acara 17 Agutusan atau Dangdut Hajatan, Angkutan ini mengatar kami ke sebuah terminal yang nantinya kita menaiki bus yang tidak kalah menggelegar suaranya menuju pelabuhan Bitung.
Sesampainya di Bitung, kami tidak mendapat informasi yang pasti, kata seorang bapak " Besok ke Kantor PELNI dek". Kitin punya ide brilian, dari pada kita pulang lagi ke Manado, lebih baik menyebrang ke Lembeh, ke rumah kawan Kitin. Ada yang cukup lucu, saat kami menyebrang menuju Lembeh Alya dihampiri seorang Omah dan menjodohkanya dengan anaknya yang bekerja di Jakarta, itulah yang kelak menjadi ledekan kami terhadap Alya.
![]() |
Pisang plus cabenya, luar biasa. |
Disini ada monument Trikora, monument pembebasan papua yang dipimpin Bapak Soeharto, beserta pesawat bekas pembebasan saat itu, disamping monument ada sebuah warung kecil mirip cafe yang menyediakan makanan khas Bitung, adalah sebuah pisang goreng dengan sambal yang manis pedas, ini adalah warungya orang tua kawan Kitin, Kami diberi makan dan Minum seraya menunggu senja
hal yang paling menegejutkan adalah kita disuruh untuk tinggal di sebuah rumah yang bagus, rumah Orang tua Kawan Kitin, kata Bapak “tinggal disini saja, jarang diisi, bapak dan ibu sering diwarung”.
Senja telah turun, kami melihat warna langit yang mulai berubah, brrrrzzz brrzzzz, getaran handphone disaku terasa, Ibu menelepon, jarang sekali Orang tua saya menelepon, Perbincangan saya terjemahkan “Kopi luwak, White Kopi, passwordnya?” Saya berucap seraya mengangat telepon “Kopi tidak bikin kembung” jawabnya dengan dilanjut bertanya "Bagaimana sehat? uang masih ada?” , “sehat, tenang jangan khawatir” jawab Saya, “Syukurlah, hati-hati dijalan, kalau ada apa-apa bilang, assalamualaikum”, “Iya, salam ke Bapak,anaknya sang pengelana mau keperbatasan ahaha, wa'alaikumsallam ”,
Itulah mengapa saya kurang suka diatur saat menjalin hubungan dengan seseorang, dengan tidak boleh ini, tidak boleh itu, tanpa alasan yang jelas, jika kamu menyukai seseorang biarkanlah dia seperti itu, itulah rasa, bukan kamu ingin dia seperti yang kamu inginkan, berarti kamu mencintai diri sendiri dan yang paling menurut saya jahat adalah kamu menerima Cinta atau mempertahankan cinta seseorang terhadapmu atas dasar belas kasihan. Malampun tiba, kami habiskan dengan menonton televisi seraya mengobrol kesana kemari.
Atas rasa penasaran kami berniat mengelilingi pulau yang cukup bessar ini dengan menyewa 2 motor, Alya Bersama Dimas dalam satu motor, Jo, Kitin dan saya dalam satu motor lainya, kami bertiga dengan alasan logis bahwa kami bertiga berbobot ringan, Maaf Alya dan Dimas, ahaha.
Kami menyusuri pulau sepanjang jalan dari rumah yang masih rapat sampai yang sudah jarang, dan berhenti disebuah monument patung Yesus yang menjulang cukup tinggi, oh iya infrastruktur disini cukup bagus, setelah kita mngabadikan moment, beristirahat disebuah warung kecil, dengan seorang bapak, kami membeli makan dan minum, bapak menawarkan untuk kita menyebrang pulau, beliau menelpon kawanya yang dibibir pantai dan menawarkan harga yang murah bagi kami untuk menyebrang.
Pulau kecil ini sangat mengagumkan, dengan pasir sangat putih indah, yang hanya bisa kami kunjungi saat air surut, kekaguman kami pun bbertambah saat saya menemukan Banyak terumbu karang hidup, asal kamu tahu , dengan air hanya sebatas lutut saja kita bisa melihat terumbu karang, namun ada rasa sedikit kecewa saat kita sadar bahwa kacamata Snorkling Alya tidak terbawa, dan kekecewaan kami kedua adalah, tidak membawa kamera anti air, kami hanya bisa melihat dengan mata telanjang yang sedikit buram, terumbu karang ini sekaan memberikan celah pasir untuk kami berjala melihat lihat Mereka, ini seakan d Taman terumbu karang, Dimas lebih memilih tidak turun dan menikmati angin seraya bersandar pada batu, Cuman kami berempat yang turun ke air, saya punya ide untuk melihat Terumbu Karang dengan jelas, yaitu dengan Botol Plastik, yang saya bawa, cukup jelaslah untuk menikmati sajian alam ini, saya selalu membawa botol plastik yang saya ambil dibibir pantai, untuk diisi pasir dan dibawa pulang.
![]() |
Menuju "Surga Kecil". |
![]() |
No Trash, No Tourist except Us. |
![]() |
Kebiasaan koga mengambil pasir-pasir di tempat yang ia kunjungi dan akan berlanjut di kepulauan sangihe dan miangas beberapa minggu kedepan. |
0 comments