MALAM DI LAUT
April 26, 2020MALAM DI LAUT
Senja turun, malampun telah tiba. Tidak terasa kami banyak menghabiskan waktu dengan membaca buku dan mengobrol di dek atas kapal yang membawa kami menuju destinasi selanjutnya.
Dalam perjalanan jangan terlalu berekspektasi, hilangkan semua bayangan indah agar kita tidak kecewa.
- - Alya lihan, anjay. Padahal “perjalanan” bisa diganti dengan banyak hal :p “makanan” misalnya, atau “nilai” , “belajar”, "bekerja" bahkan “hubungan” emang bijak banget ini quotes tuuh hahaha.
Memang benar, terkadang segala sesuatu terkadang tidak sesuai dengan ekspektasi, entah itu menjadi lebih buruk dari ekspektasi atau lebih baik dari ekspektasi, dalam perjalanan esensinya adalah apa yang kita dapat, itu yang perlu kita syukuri.
Banyak hal yang didapatkan saat diperjalanan, entah alamnya yang indah, budaya yang kaya atau suatu momen yang membuat kita baru menyadari hal-hal sederhana dan kecil yang mungkin selama ini tidak pernah terpikirkan sekalipun. Dalam perjalanan kita juga perlu mengabadikan pemikiran-pemikiran yang dapat muncul secara tiba-tiba, perjalanan memberikan ide atau gagasan baru yang setidaknya menjadikan pribadi diri yang lebih baik.
Masih segar dalam ingatan, bau minyak tanah yang kami cium saat menuruni dek kapal paling bawah tempat kami tidur, saat itu kami hanya kebagian dek paling bawah yang cukup kotor. Karena penuh, aku dan Jo memilih berbaring dan langsung tidur, menghiraukan bau minyak. Dimas masih bergelut dengan bukunya. Koga naik ke dek atas kapal, ia mengoobrol dengan seorang bapak yang sedang merokok.
“Merokok dek, dingin kalau dilaut” kata beliau sambil menyodorkan rokoknya. Merek rokok itu belum pernah dilihat Koga sebelumnya. Belakangan setelah mengarungi kepulauan Sangir dan Talaud, ia baru tahu banyak benda seperti rokok atau benda lainnya, banyak dijual dengan merek berbeda. Menurutnya hal itu cenderung aneh dan tidak familiar.
Koga dan bapak itu terduduk dengan rokok masing-masing di tangan, seraya melihat angkasa yang sangat indah tanpa terhalang polusi cahaya dan benda apapapun. Disela-sela obrolan sang bapak selalu menanyakan keadaan di kota Jakarta, padahal Koga sudah bilang bahwa ia berasal dari Bandung. Maklum, mungkin kota besar seperti Jakarta selalu menarik dan membuat penasaran bagi orang-orang di daerah.
Esoknya, persandaran pertama kami. Mataku langsung tertuju dengan palang nama pelabuhan,
Selamat datang di pulau Kahakitang.
SANDAR
Mentari menyapa tepat di garis horizon lautan, kami bangun dengan semangat. Ini adalah pemberhentian selanjutnya di pulau Sangihe dengan nama kota Tahuna. Sisa persediaan makanan yang kami beli di pulau Kahakitang yang masih ada, kami bawa saat bersandar di Tahuna.
Kenapa? Karena makanan adalah kemewahan yang utama setelah tidur jika dalam perjalanan.
Setelah mendapatkan informasi dari awak kapal serta penumpang lainnya, menurut perhitungan Dimas dan Koga, kami berencara untuk bersandar disini untuk beberapa hari, karena kapal yang kami naiki akan berkeliling dahulu mencari penumpang dan komoditas yang akan diangkut, lalu kembali lagi di pelabuhan Tahuna.
Jelang beberapa menit setelah sandar, kami turun dan mengobrol sejenak dengan awak kapal Tol laut yang kapalnya menjadi jembatan menuju pelabuhan. Sebagai informasi, awak-awak kapal itu ada banyak yang berasal dari pulau Jawa dan pulau Sumatera. Kata beliau perjalanan ke Miangas akan cukup panjang, ah tapi itulang yang kami cari, menghabiskan sisa liburan semester seraya berkelana.
Akhirnya kaki berpijak kembali ke tanah, tidak ada rasa terombang-ambil lagi. Dimas memiliki seorang kenalan di pulau ini. Seseorang yang dulunya pernah satu UKM di kampus kami, Kak Ivon namanya. Diujung telepon, Dimas berkata bahwa kami akan dijemput oleh Kak Ivon, kami berjalan mendekati titik poin yang ditentukan, kami menunggu seraya membeli minum yang harganya wajar, tidak harga Yahudi (kalo kata Koga, diakalangan mahasiswa kalau harga mahal seperti harga makanan Dana Usaha, mereka menyebutnya dengan harga Yahudi). Selayaknya di kapal, segalanya dijual dengan harga yang lebih tinggi dibanding kita membeli di warung pada umumnya. Maka perlu persediaan dan manejemen yang baik agar uang tidak terkuras habis. Seseorang melambaikan tangan di seberang jalan, ternyata itu Kak Ivon yang kami tunggu, kami berkenalan satu persatu dan langsung berangkat menuju rumahnya.
Waah ini tidak terasa sebuah pulau yang jauh, ini rasanya seperti disebuah perkotaan kecil, kalau kata Koga seperti di Soreang Kab. Bandung, sepertinya disini akan menghabiskan waktu yang cukup untuk berkeliling pulau pikir kami. Karena kami tidak terbiasa berdiam diri, jika ke tempat yang baru, eksplorasi adalah hal yang utama hahaha.
Setelah makan, kami lekas mencari tempat sewa motor dan ternyata ada. Kami segera berangkat karena dalam pikiran kami sudah ada “Berburu Sunset di atas Bukit”.
Sempat terpikir olehku untuk melakukan kegiatan diving selama di Tahuna. Aku sudah menghubungi orang yang menawarkan jasa diving di pulau ini. Cukup murah dibandingkan di Bali, dengan harga Rp.400.000,- per orang, minimal dua orang kami sudah bisa diving dan dengan alat yang disediakan. Sementara kalau di Bali sekitar Rp.700.000,-Rp.900.000,- per orang. Aku sempat menghasut Jovita untuk ikut esoknya, biar bisa menjadi buddy-ku. Namun saayang, selain Jovita yang masih ragu untuk diving, kami yang nantinya akan meninggalkan rombongan, cuaca keesokan harinya sangat buruk.
“Arusnya terlalu kencang mba” tulis mas-mas diving dalam pesan WA nya kepadaku.
Ya sudah, esoknya kami langsung ke air terjun saja bersama-sama. Hal ini juga pernah terjadi dengan aku dan Mira saat hendak diving di kepulauan Komodo. Kami sempat ragu untuk meninggalkan rombongan. Memang, terkadang dalam perjalanan kita arus meredam ego agar perjalanan tetap menyenangkan.
Baru sampai ditahuna geng, bukti memijakan kaki ke tanah, apasih. |
Malam-malam masih
berjalan di pinggir pantai. |
Koga dan Mikha, tapi ia biasa menamainya Mita karna belumbisa bilang K hahah. |
Tugu seberang pelabuhan tua Tahuna. |
Pelabuhan tua Tahuna |
Cerita ini akan berlanjut pada post blog
selanjutnya. Banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah menemani kami
dalam perjalanan ini. Rasa kekeluargaan yang saya rasakan sungguh luar biasa,
mau kenal tidak kenal . Pada akhirnya torang semua bersaudara. Hal-hal
menyenangkan lainnya tanpa disadari akan berlanjut hingga kami sampai Miangas
pun sebaliknya. Tunggu cerita selanjutnya ya!
Spread the Love!
Alya.
0 comments