Sumba : Pengalaman yang Luar Biasa
December 28, 2016
Terlalu
banyak pengalaman yang kudapatkan untuk satu hari ini. Perjalanan ini dimulai
saat Mira, aku , dan Hadiyah merencanakan perjalanan ke Sumba. Memang otak
recana pertama kali adalah aku dan Mira, lalu mengajak Hadiyyah, pertemuan
mendadak dilakukan di terminal 3 bandara Soekarno Hatta, karena baik aku, mira
dan Hadiyyah akan pulang ke daerah studi masing-masing, mira baru pulang dari
Bengkulu hendak ke Bandung, Hadiyyah yang baru pulang dari Padang setelah turun
dari Kerinci hendak ke Surabaya, sedangkan aku hendak pulang kembali lagi ke
Bali.
Jam 1 siang kami sudah boarding dengan menggunnakan maskapai garuda : Explore. |
Im not sure ini pulau apa tapi sepertinya pulau Lombok dari atas. |
Perjalanan yang akan kami tempuh yaitu Sumba, Kupang, dan Flores dengan penutup trip sailing di komodo. Siang itu kami sudah sanpai di Bandar udara Tambolaka (TMC) dan dijemput oleh om Paul dan di sambut mbak Rinee dan romo Robert. Di sumba panggilan untuk pendeta adalah Romo. Romo Robert merupakan Pemilik Rumah Budaya Sumba tempat kami menginap selama 3 hari 2 malam selama di sumba barat dan sumba barat daya.
Nyempetin dulu foto sama pesawatnya, and let the journey begin! |
We were really happy with smiley yet friendly people in here, jangan sungkan sungkan ngajakin mereka fotoan ya. |
Hari ini destinasi dimulai dengan mengunjungi desa adat Ratenggro desa yang berlokasi di pinggir pantai. Dengan bangunan atap rumah yang membumbung tinggi +- 30 meter dari tanah. om Paul merekomendasi kami untuk membeli permen dan snack yang akan kami bagikan selama disana , Ketika sampai, kami menuju sebuah rumah untuk mengisi buku tamu. “Kalau sampai di desanya jangan foto-foto dulu ya! Nanti takut orangnya marah “. Sambil menunggu Mira mengisi buku tamu, banyak bapak menghampiri kami untuk menjajalkan hasi karyanya yang katanya terbuat dari tanduk kerbau.
a breathtaking scenery. |
keliata ga desa yang ada di belakang? |
Kalung Mamuju di pantai Pero. |
Akhirnya budget yang tak terduga keluar, 3 kalung seharga 60 ribu dengan simbol Mamuju , lambang kesuburan seorang ibu. but worth it kok, kapan lagi bisa beli oleh oleh dari desa Ratenggaro dan membantu ekonomi disana sayang banget cua beli 3 karena kita masih menghemat untuk kain ikat Sumba yang terkenal itu. Akupun agak kaget alias culture shock karena di kelilingi warga desa. Belum pernah di kerubungi seperti artis soalnya HEHE (gegayaan). Dari desa kami menuju pantai yang terdapat makam batu tuanya terdapat makam dengan umur 105 tahun.
Three of us di pantai Pero. |
but first, Lemme take a picture. |
Menurut om Paul, Desa ini dulunya terletak diatas karang yang ku pijak sekarang ini, namun seiring waktu karena air laut naik maka kampong tersebut berpindah ke atas. Saat aku berkeliling di desa, Nampak banyak sekali bercak-bercak merah, kukira awalnya tempat penyembelihan hewan untuk di santap, ternyata aku baru tau setelah 5 hari perjalanan, noda merah tersebut adalah sirih dan pinang hahahah. Kami pun lalu menuju pantai Pero untuk melihat water blow dan sunset dindahnya diantara karang karang yang tajam. Dan berakhir makan malam di Warungku. Memang aku akui, dengan modal nekat dan effort yang selama ini kami lakukan, hari pertama sudah memberi pengalaman yang berkesan masih ada 22 hari lagi wohooo!
I was soooo hungry sampe fokus banget liatin menu wkwkwk |
0 comments